Unggas Berkeliaran di Limpung? Bisa Jadi “Milik Umum”!
Limpung, Kabupaten Batang — Sebuah aturan unik baru-baru ini menjadi perbincangan di beberapa desa di Kecamatan Limpung. Mirip dengan salah satu kebijakan di DIY, aturan ini menyebutkan: jika unggas (ayam, itik, dan sejenisnya) berkeliaran di halaman orang lain, unggas tersebut bisa dianggap sebagai “milik umum” atau bahkan milik orang yang menemukan!
Latar Belakang Aturan
Aturan serupa pernah diterapkan di Dusun Bayeman, Sleman, Yogyakarta, sejak 2022. Konsepnya sederhana, tetapi efektif: unggas harus dikandangkan di tempat asal; jika masuk halaman orang lain, warga setempat diperbolehkan “mengamankan” dan memeliharanya. Peraturan ini muncul dari keprihatinan warga petani—unggai kerap masuk ke kebun atau halaman, memakan tanaman muda dan meninggalkan kotoran, mengganggu kenyamanan dan estetika lingkungan.
Tujuan di Limpung
-
Menjaga ketertiban lingkungan — Menghindari konflik antar tetangga karena unggas yang merusak halaman atau ternak berkeliaran tanpa aturan.
-
Meningkatkan koperasi masyarakat — Upaya untuk menciptakan kesadaran menjaga ternak secara mandiri dan menghormati hak orang lain.
-
Mengedepankan pendekatan bijak — Sebelum ada sanksi tegas, peraturan ini memaksa warga untuk disiplin menjaga ternak di kandang mereka sendiri.
Mekanisme Penerapan
-
Sosialisasi dulu — Kepala desa atau perangkat desa menjelaskan aturan ini lewat rapat warga.
-
Penandatanganan kesepakatan damai — Warga sepakat untuk mengandangkan unggas dan menerima aturan “kerja sama lingkungan”.
-
Pengawasan informal — Jika ada unggas berkeliaran, warga hanya perlu memberitahu pemiliknya; tak ada denda, tapi unggas bisa “diamankan” sementara.
Dampak Positif
-
Kebun warga terlindungi dari kerusakan oleh ternak, terutama tanaman sayuran dan bunga.
-
Warga jadi lebih disiplin mengelola ternaknya, menciptakan menjaga kolektif hasil kebersihan dan ketertiban.
-
Mengurangi potensi konflik antar tetangga, karena solusi diberikan sejak dini.

Potensi Tantangan
-
Pemilik unggas merasa dirugikan karena bisa kehilangan ternak tanpa kompensasi.
-
Perbedaan penerapan desa ke desa bisa menimbulkan kebingungan, jika tidak ada regulasi resmi dari kecamatan atau kabupaten.
-
Tuntutan pengawasan lebih ketat – warga mengharapkan agar pihak desa atau Satgas Lingkungan turun tangan bila terjadi pelanggaran berulang.
Reaksi Warga Limpung
Menurut beberapa warga yang sempat saya temui:
-
“Kalau binatang saya berkeliaran, itu kesalahan saya, ya santai saja digendong balik. Yang penting tertib,” ujar Pak Sumarno, peternak lokal.
-
Ibu Rini, petani kebun sayur, menambahkan, “Dulu daun selada saya rusak—sejak ada kesepakatan ini, saya lebih tenang.”
Kesimpulan
Aturan unggas jadi “milik umum” ketika berkeliaran di Limpung adalah bentuk adaptasi lokal yang cerdas terhadap masalah ketertiban lingkungan. Meski belum tercatat dalam peraturan desa resmi, penerapan lewat kesepakatan warga menuai hasil nyata: lingkungan jadi lebih rapih, ternak dan kebun terjaga, dan masyarakat belajar bertanggung jawab bersama.