Pekalongan – Sahroni dan Nafa Setelah dinonaktifkan dari keanggotaan DPR oleh Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, posisi Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach menjadi sorotan publik.
Meski telah dinonaktifkan secara politik, ternyata keduanya masih tetap menerima gaji sebagai anggota DPR RI.
Hal ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat apakah langkah nonaktif itu memiliki dampak administratif di parlemen.

Penjelasan pun datang dari Sekretariat Jenderal DPR RI, yang menyatakan bahwa selama belum ada Pergantian Antar Waktu (PAW), keduanya masih secara sah menjabat.
Baca Juga : Guru Ngaji Pekalongan Cabuli Santri, Polisi Dalami Kemungkinan Ada Korban Lain
“Status nonaktif itu internal partai. Secara administratif, mereka masih anggota DPR,” ujar Sekjen DPR RI, Indra Iskandar.
Gaji ini mencakup gaji pokok, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi, dan tunjangan perumahan.
Rata-rata total penerimaan anggota DPR bisa mencapai Rp 60 juta hingga Rp 100 juta per bulan, tergantung posisi dan tanggung jawabnya.
Dengan ini status nonaktif hanya bersifat politis, maka tidak ada dasar hukum untuk menghentikan pembayaran gaji mereka.
Surya Paloh sendiri menyebut keputusan nonaktifkan keduanya sebagai langkah partai untuk menjaga marwah dan disiplin internal.
Beberapa ini pengamat politik menilai, ini menjadi dilema dalam sistem keanggotaan legislatif di Indonesia.
“Kalau tidak menjalankan fungsi, tapi tetap menerima gaji, tentu jadi sorotan publik,” kata pengamat politik dari UIN, Zaki Mubarak.
Ia menambahkan bahwa perlu kejelasan hukum soal sanksi administratif yang mengikuti keputusan internal partai.
Proses PAW sendiri memerlukan waktu dan melalui prosedur resmi dari partai ke KPU dan DPR.
Nafa Urbach pun menyatakan hal senada. Ia menekankan bahwa dirinya tetap fokus pada isu-isu sosial, terutama yang menyangkut perlindungan anak.
Namun ini sejak pengumuman nonaktif oleh NasDem, mereka tampak mengurangi aktivitas publik.
Di sisi lain, publik mempertanyakan transparansi sistem penggajian anggota legislatif.
Apakah ini anggota yang tidak aktif sepenuhnya—baik karena sanksi partai atau alasan pribadi—tetap menerima hak penuh?







